Senin, 21 Oktober 2013

The Underground City

 Pada suatu hari, hiduplah sepasang sahabat bernama Hana dan Naru. Mereka sangat senang berpertualang dan bermain. Hana dan Naru memiliki markas rahasia yang terletak di sebuah gua di belakang sekolah. Suatu hari sepulang sekolah, mereka pergi ke markas mereka. Di sana, mereka hendak menggali uang tabungan mereka yang dikubur di dalam gua.
            “Naru, ayo gali tanahnya! Aku sudah tidak sabar melihat kotak peti yang penuh dengan uang hasil jerih payah kita menabung selama ini,” kata Hana penuh semangat.
            Ketika Naru menggali tanah, yang Naru temukan bukanlah kotak peti tempat penyimpanan uang Hana dan Naru, melainkan sebuah pegangan pintu yang terbuat dari besi. Naru sangat kaget dan heran dengan kejadian tersebut. Karena penasaran, Naru melanjutkan menggali tanah dan menemukan sebuah pintu berukuran persegi.
            “Hana, lihat ini! Ini terlihat seperti pintu, tapi pintu apa ini?” tanya Naru pada Hana.
            “Iya Naru, aku juga tidak tahu ini pintu apa. Bagaimana kalau kita buka saja pintu ini?” tanya Hana kembali.
Kemudian Hana dan Naru membuka pintu tersebut. Mereka sangat kaget ketika melihat sebuah kota bawah tanah dan penghuninya yang terlihat di balik pintu tersebut.
            “Apa aku tidak salah lihat? Benarkah ini semua? Ada kota di bawah tanah?” tanya Hana kaget.
            “Aku juga tidak percaya Hana, bagaimana kalau kita telusuri kota ini?” Naru mengajak Hana dengan wajah memohon.
            “Baiklah kalau begitu,” jawab Hana.
            Mereka segera melompat melewati pintu yang mereka temukan. Hana dan Naru terjatuh di tumpukan kardus-kardus bau, yang ternyata tempat mereka mendarat itu adalah tempat sampah. Mereka segera bangun dari tumpukan kardus tersebut dan melihat sekeliling kota. Hana dan Naru sangat terpesona melihat keindahan sebuah kota bawah tanah yang tidak jauh beda dari kota-kota yang biasa mereka lihat. Setelah lama berdiri memandangi sekeliling kota, Hana dan Naru kemudian pergi jalan-jalan. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan sepasang kakak beradik penjual permen.
            “Permisi, boleh kami membeli 5 biji permen?” tanya Hana pada penjual permen.
            “Boleh, semuanya 1000 logam,” jawab penjual tersebut sambil menjulurkan 5 biji permen dari keranjang yang dibawanya.
            “Logam? Apa itu mata uang kota ini?” tanya Hana pada penjual permen dengan wajah kebingungan.
            “Iya, logam memang mata uang Kota Panji sejak dahulu kala. Kenapa kalian terlihat bingung seperti itu? Sepertinya ada yang aneh,” kata penjual permen.
            “Nama saya Naru, dan ini teman saya Hana. Kami masuk ke kota ini melewati sebuah pintu yang kami temukan di gua belakang sekolah kami,” kata Naru mengalihkan pembicaraan.
            “E….e…. nama saya Nori, dan ini adik saya Jum. Owh ya saya harus segera pulang, ini permennya saya kasih gratis,” kata Nori terburu-buru.
            Nori dan Jum langsung pergi meninggalkan Hana dan Naru. Setelah beberapa detik kemudian, Hana dan Naru memutuskan untuk membuntuti mereka. Ternyata Nori dan Jum tingggal di sebuah rumah sederhana. Mereka hanya tinggal bersama kakeknya, karena orang tua mereka telah meninggal dunia 10 tahun silam.
            Secara tidak sengaja, Hana menjatuhkan sebuah guci di rumah Nori, sehingga Nori mendengarnya dan mengetahui bahwa Hana dan Naru mengikutinya. Nori segera mendekati Hana dan Naru lalu memarahi mereka. Akan tetapi, di tengah perselisihan tersebut, terdengar suara serak berwibawa dari balik sofa.
            “Hentikan Nori! Apa yang telah kamu lakukan! Kamu tidak sepantasnya memarahi orang seenakmu saja!” bentak kakek Nori yang bernama Kakek Zalo.
“Dia bukan penduduk Kota Panji Kek!” jawab Nori dengan wajah sebal.
            Kakek Zalo tidak mengabaikan kata-kata Nori, ia malah meminta Hana dan Naru menceritakan bagaimana mereka bisa sampai ke kota bawah tanah ini. Kemudian Hana dan Naru menceritakan pada Kakek Zalo bahwa mereka masuk melalui sebuah pintu yang mereka temukan di dalam gua.
            “Pintu itu memang merupakan pintu jembatan antara bawah tanah dan permukaan tanah. Dalam sejarahnya, pintu itu hanya muncul tiga kali seumur hidup,” kata Kakek Zalo.
            “Apa yang menyebabkan pintu itu muncul Kek?” tanya Hana memotong pembicaraan Kakek Zalo.
            “Tidak ada yang mengetahui penyebab dari kemunculan pintu itu. Sejarah hanya mengatakan bahwa pintu itu muncul tiga kali seumur hidup, dan ini yang ketiga kalinya pintu itu muncul. Jadi bukan salah kalian jika kalian menemukan pintu itu dan masuk ke Kota Panji ini,” jawab Kakek Zalo.
            Setelah mendengar cerita dari Kakek Zalo, Nori langsung meminta maaf pada Hana dan Naru. Untuk menebus kesalahan Nori, Nori dan Jum mengajak Hana dan Naru pergi jalan-jalan mengitari kota Panji. Di perjalanan, Hana terkagum-kagum melihat benda besar kejinggaan di langit yang terlihat seperti matahari.
            “Nori, apa itu?” tanya Hana sambil tersenyum.
            “Itu adalah sumber kehidupan penduduk Kota Panji, namanya adalah xetna. Xetna selalu menyinari Kota Panji dari pagi hingga menjelang malam hari. Pada malam hari xetna dipadamkan oleh operator xetna, ini ditujukan untuk penghematan energi xetna,” jawab Nori.
            “Ohhh,,, di atas sana kami juga punya benda yang sama seperti xetna, namanya matahari. Bedanya, matahari tidak membutuhkan seseorang sebagai pengatur waktu fungsi penyinarannya,” balas Hana.
            Setelah lama berjalan, mereka beristirahat di depan rumah tua yang sangat megah, rumah ini terlihat seperti tidak ada penghuninya. Saat mereka beristirahat, Jum lari masuk ke dalam rumah tua tersebut. Hana, Naru, dan Nori segera mengejar Jum, namun Jum berlari sangat kencang, sehingga Jum tidak terlihat lagi. Hana, Naru, dan Nori berusaha mencari Jum berjam-jam. Tak lama kemudian, mereka menemukan Jum berdiri gugup di depan sebuah ruangan. Narupun segera melihat isi dari ruangan tersebut. Di dalam ruangan tersebut, terlihat banyak peralatan ilmuan beserta profesor yang sedang mencampurkan ramuan.
            Profesor tersebut pergi ke sudut ruangan dan meneteskan ramuannya pada sebuah benda yang terlihat seperti tumpukan bantal.
            “Hahahhahahhahahhaha.. Sebentar lagi rencanaku untuk menguasai Kota Panji akan terwujud,” kata profesor itu sambil meneteskan ramuan ke tumpukan bantal tersebut.
            Naru kaget ketika melihat tumpukan bantal itu bangkit, dan ternyata tumpukan-tumpukan itu berubah menjadi 3 sosok monster menakutkan.
            “AAAHHHHHHHHH…….,” teriak Jum histeris.
            Profesor mendengar teriakan Jum, dan kemudian menyuruh para monster membinasakan keempat bocah tersebut. Mereka lari sekencang mungkin, namun monster-monster itu hanya mengejar sampai di ujung pintu saja.
            Naru, Hana, Nori, dan jum tetap melangsungkan langkah lari mereka. Sambil terengah, Nori menceritakan tentang profesor yang mereka temui tadi. “Hana, Naru, profesor yang kalian lihat tadi itu adalah Prof. Jatmiko. Dia adalah orang yang selalu ingin menguasai Kota Panji. Dia sudah pernah dihukum penjara selama 10 tahun karena telah membunuh bapak wali Kota Panji, namun hukuman penjara itu telah berlalu sekitar 2 tahun lalu.”.
            Mereka terus berlari ke tempat ibu wali Kota Panji untuk menceritakan pada beliau bahwa Prof. Jatmiko telah membuat monster untuk menghancurkan penduduk Kota Panji. Sebelum bertemu dengan ibu wali kota, mereka harus melapor pada asisten ibu wali kota. Akan tetapi, asisten ibu wali kota tidak mengijinkan mereka bertemu dengan ibu wali kota, karena ia pikir anak kecil seperti Hana, Naru, Nori, dan Jum hanya membuang waktu ibu wali kota saja.
            Namun mereka tetap berusaha bertemu dengan ibu wali kota. Akhirnya Jum mendorong asisten ibu wali kota hingga terjatuh, kemudian mereka lari ke ruangan ibu wali kota.
            “Bu wali kota, tadi saya bertemu dengan Prof. Jatmiko di dalam rumah tua di Jl. PB Sudirman. Prof. Jatmiko membuat 3 sosok monster untuk menghancurkan penduduk kota. Sebaiknya ibu segera mengumumkan pada penduduk kota agar segera waspada,” kata Nori dengan wajah penuh ketakutan
            “Apa yang kamu katakan? Menurut data dari petugas, Prof. Jatmiko sudah menjadi orang baik sejak ia dipenjara selama 10 tahun!” bantah ibu wali kota.
            Ibu wali kota tetap membantah pernyataan dari Nori. Ia tidak percaya dengan pernyataan keempat bocah tersebut.
Pada malam hari, monster itu menyerang sebagian Kota Panji. Sejak itu ibu wali kota percaya bahwa Prof. Jatmiko kembali berbuat jahat dan ia telah berhasil dengan rencananya untuk menghancurkan Kota Panji.
Di sisi lain tepatnya di rumah Nori, Hana dan kawan-kawan kebingungan mencari solusi masalah ini, kecuali Jum yang sedang asyik membaca buku ceritanya.
“Naru, apa yang harus kita lakukan?” tanya Hana gelisah.
“Tenang Hana, tenang! Kita pasti bisa menyelesaikan masalah ini,” jawab Naru.
“Iya tapi bagaimana caranya?” tanya Hana kembali dengan linangan air mata di mata indahnya.
Naru hanya bisa menundukkan kepala karena tak sanggup melihat tangisan sahabatnya itu. Waktu terus berjalan, sedikit demi sedikit mereka mulai pasrah menghadapi nasib mereka yang cepat atau lambat akan dimangsa oleh para monster. Dengan pasrah Hana menundukkan kepalanya dan tidak sengaja melihat buku cerita milik Jum. Hana mengambil buku cerita milik Jum dan kemudian tersenyum ke arah Naru.
“Naru, lihat ini! Bukankah monster di buku ini mirip dengan monster buatan Prof. Jatmiko?” tanya Hana.
“Ya, kamu benar. Di buku cerita ini tertulis monster ini dapat dikalahkan oleh mega sinar yang sangat terang. Buku ini bukan hanya sekedar buku cerita, buku ini adalah petunjuk bagi kita,” jawab Naru penuh semangat.
“Mengapa kita tidak mencoba melakukan ini? Mega sinar yang dimaksud dalam buku ini mungkin adalah xetna, dan kita harus menjebak para monster untuk terkena sinar dari xetna,” kata Nori menyambung pembicaraan.
“Ya, mega sinar itu tidak lain adalah xetna. Besok pagi kita harus laporkan rencana kita ini pada ibu wali kota,” kata Kakek Zalo menegaskan.
“Mengapa harus menunggu besok Kek? Kenapa tidak sekarang saja? Lebih cepat kan lebih baik,” balas Naru.
“Jika kita keluar rumah sekarang, maka para monster akan mengejar kita. Karena pada malam hari xetna dipadamkan,” jawab Kakek Zalo tegas.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke ibu wali kota esok hari.
Keesokan harinya, Hana, Naru, Nori, Jum, dan Kakek Zalo pergi ke kantor ibu wali kota. Mereka menceritakan rencana mereka, wali kotapun menyetujui rencana mereka.
Namun keberuntungan tidak berpihak pada mereka. Prof. Jatmiko telah memadamkan xetna terlebih dahulu sebelum mereka menjebak para monster. Kota Panji menjadi gelap, hanya tersisa seberkas cahaya yang berasal dari lampu-lampu kota yang tersisa.
“Kek, sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Hana sambil menangis.
“Nori pernah mengatakan pada kakek, bahwa kata kalian di atas sana ada benda besar bersinar terang layaknya xetna?” Kakek Zalo bertanya balik.
“Iya Kek, lantas apa yang harus kita tunggu lagi? Kita harus segera membawa monster-monster itu ke pintu tempat pertama kali saya dan Hana masuk ke kota ini,” kata Naru.
Beberapa menit kemudian, monster-monster itu menemukan keberadaan mereka dan kemudian mengejar mereka. Hana dan kawan-kawan lari ke tempat pintu yang tembus ke atas permukaan. Di tengah perjalanan, Kakek Zalo terjatuh.
“Kek, Kakek harus kuat! Ayo Kek lari!,” perintah Jum sambil menangis.
“Jum cucuku yang manis dan Nori cucuku yang tegar, kakek tidak apa-apa. Sekarang sudah tiba saatnya kalian untuk melihat keindahan di luar sana. Tempat kalian bukan di sini, kalian harus mengikuti Hana dan Naru,” pesan Kakek Zalo pada kedua cucunya.
Monster semakin mendekati Kakek Zalo, Nori dan Jum. Dengan seketika, salah satu monster langsung menindihi dada Kakek Zalo dan mencabik-cabik isi perutnya. Dua monster lainnya hendak menangkap Jum yang berada di dekat Kakek Zalo, namun Nori menarik Jum pergi dan kemudian mereka meneruskan lari ke tempat pintu yang akan tembus permukaan.
Pintu menuju permukaan telah di depan mata. Naru membuka pintu yang terletak di langit-langit itu dengan menggunakan bantuan tali yang ia bawa di dalam tasnya. Setelah pintu terbuka, Naru, Hana, Jum, dan Nori memanjat tali tersebut untuk sampai dipermukaan tanah. Monster-monster yang mengejar mereka juga ikut memanjat.
Satu demi satu ketiga monster itu sampai di permukaan dan melanjutkan mengejar Hana dan kawan-kawan. Namun pengejaran itu terhenti ketika monster-monster terserbut keluar dari gua dan terkena sinar matahari. Monster-monster tersebut langsung meleleh tak berdaya, hanya karung bantal tipis lemah yang tersisa di tanah.
Nori dan Jum lari ke dalam gua dengan harapan dapat melihat kakeknya untuk yang terakhir kalinya. Namun takdir berkata lain, pintu itu sudah tidak terlihat lagi. Pintu itu lenyap untuk selama-lamanya dan tidak akan pernah terlihat lagi. Nori dan Jum hanya bisa menangis di atas permukaan tanah tempat dimana pintu itu terakhir kali terlihat.
Hana dan Naru mencoba menghibur mereka dengan berbagai cara. Beberapa menit kemudian, Hana dan Naru memberdirikan Nori dan Jum dari persimpuhannya di tanah. Hana dan Naru memenuhi permintaan terakhir dari Kakek Zalo, yaitu membawa keluar Nori dan Jum dari kota bawah tanah dan membiarkan mereka hidup di kota yang sebenarnya.



KARYA  : ANNISA SARFINA DJUNAEDY

0 komentar:

Posting Komentar